Akhir-akhir ini, banyak siswa yang dipusingkan karena menghadapi Ujian Nasional. yang tak lain dan tak bukan merupakan alat sebagai ajang tolak ukur keilmuan ataupun pelajaran yang telah ditempuh oleh siswa selama tiga tahun tersebut. yang menurut pemerintah sendiri, ketika sudah lulus UN berarti anak didiknya sudah berhasil menyerap, menerima dan mengetahui dengan semua Ilmu yang telah di ajarkan, lebih khususnya pada pelajaran yang telah di UANkan.
bagi siswa sendiri, banyak diantara mereka yang mengatakan kalau UN tak ubahnya hantu bagi mereka, mimpi buruk yang mengusik nyenyaknya tidur dan lain sebagainya. berbagai anggpan siswa yang seperti itu tidaklah sepenuhnya salah. karena memang kenyataannya UAN telah merusak hakekat atau substansi dari kegiatan belajar-mengajar sekarang ini hanyalah sebatas mengantarkan para peserta didik untuk lulus ujian nasional saja. Akibatnya, timbul pemahaman yang keliru terhadap makna bejalar di sekolah/madrasah. Tujuan studi (belajar) yang mestinya dalam rangka mencari ilmu (thalab al- ‘ilmi), kecerdasan dan akhlak yang mulia (akhlak al-Karimah) berubah menjadi sekedar meraih kelulusan ujian nasional untuk tuga mapel UN. Akibatnya, mapel-mapel yang tidak di- UN- kan akhirnya menjadi dinomorduakan, termasuk gurunya. Kondisi demikian ini masih diperparah oleh sistem pelaksanaan UN-nya tidak jujur. Setiap kali ada pelaksanaan UN hampir pasti muncul aroma yang cukup tajam bahwa ada beberapa sekolah/madrasah yang dalam pelaksanaan UN- nya tidak fair-play alias tidak jujur. Artinya, dalam pelaksanaan UN di tingkat sekolah/madrasah itu panitianya dan tentu dengan “restu” kepalanya secara langsung atau tidak langsung membantu siswa supaya lulus UN, misalnya dengan cara memberi kunci jawaban kepada peserta UN, dan juga bisa dengan cara menggunakan siswa pandai untuk “dicontoh” oleh peserta didik yang memang lemah.
di samping itu pula, banyak yang menilai bahawa UN kerap dijadikan sebagai ajang mengais keuntungan, baik secara pribadi ataupun kelompok. di beberapa sekolah banyak di temukan yang masih memungut biaya UN kepada sisswanya. padahal menurut Juru Bicara KMPP, Zainuddin. mengatakan, bahwa substansi dari UN merupakan sebuah bentuk pelayanan publik di sektor pendidikan, sehingga tidak ada alasan bagi sekolah untuk melakukan pungutan kepada siswa terlebih di tingkat SD dan SMP, karena biaya sudah ditutup dengan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). "UN tingkat SMA memang tidak ada BOS. Tapi Menteri Pendidikan sudah menegaskan unas ditanggung pemerintah," terangnya.
sedangkan saat ini, Nilai UN tak lagi dapat dijadikan sepagai tolak ukur kemampuan siswa dalam memahami suatu pelajaran. karena mengamati tahun-tahun sebelumnya ,nilai UN tidak murni dari hasil yang telah dikerjakan oleh siswa. banyak kecurangan yang didapti dalam mengerjakan soal UN tersebut. ketika sudah seperti ini, perjuangan yang dilakukan oleh siswa seakan sia-sia belaka karena telah dicampuri oleh tangan-tangan jail yang tak bertanggung jawab. apalagi nilai UN tak sekarang ini tak lagi dapat membantu ataupun menjamin siswa untuk diterima di suatu perguruan tinggi. menurut Sudjarwadi nilai ujian nasional (UN) tidak serta merta bisa dijadikan tes masuk perguruan tinggi negeri (PTN). Sebab, menurutnya, tujuan pelaksanaan UN dan tes masuk PTN berbeda satu sama lain. Sudjarwadi menambahkan, UN diselenggarakan untuk mengukur hasil pembelajaran peserta didik selama tiga tahun. Sementara, tes masuk PTN diadakan untuk menjaring mahasiswa baru yang cocok dengan perguruan tinggi tersebut, dengan menggunakan tes multiobjektif yang saling menyatu.
menilik hal ini, UN tak ubahnya seperti hantu. yang datangnya membuat takut siswa "tidak lulus". sedangkan ketika sudah "lulus" hanya melegakan pikiran tak membawa efek positif terhadap siswa. karena mereka akan kembali kepada kebiasaan mereka sebelumnya.
Komentar
Posting Komentar