Ke-Galauan Sebelum UTS



Beberapa pekan yang lalu, sebelum Ujian Tengah Semester (UTS) dimulai. saya sempat di kagetkan dengan kabar di Facebook yang memberitakan kalau semua bentuk pembayaran harus dilunasi sebelum mengikuti UTS, Sebagai persyaratan untuk mendapatkan Kartu Ujian. Mungkin, bagi sebagian Mahasiswa, kabar ini tak begitu berarti. Karena mungkin sudah melunasi atau ada uang untuk dibayarkan. Tapi, buat mahasiswa yang pembayarannya masih belum lunas, kabar ini, pasti menjadi beban pikiran yang sangat berat. Sebab untuk meminta uang kepada keluarganya terlalu mepet dan mendadak. Ya, kalau orang tuanya punya uang, kalau tidak?

Esok harinya, setelah pemberitaan di Facebook, saya menyempatkan diri ke BAKM (Badan Administrasi Akademik Mahasiswa), ternyata: disana, sudah ada beberapa anak yang membayar, setelah menemui dan sedikit berbincang dengan pelayan kantor tersebut, desas-desus di dunia maya yang mulai senter dibicarakan Mahasiswa. hal itu, memang bukanlah isapan jempol belaka, segala bentuk pembayarana harus lunas, pembayaran yang biasanya diangsur tiga kali. Kini hanya diangsurkan dua kali, yakni: pas KRS-an dan sebelum mengikuti UTS.
Munculnya kebijakan baru di Kampus tercinta, sedikit mengundang pro-kontra, ada sebagian Mahasiswa yang tampaknya sedikit tidak setuju dengan per undang-undang pembayaran ini, ketidak setujuannya bukan tanpa landasan, mereka menganggap ketidak setujuannya karena tidak adanya pemberitahuan sebelumnya pada Mahasiswa dan belum disosialisasikan kepada Mahasiswa. Sehingga, sedikit-banyak mengganggu kefokusan Mahasiswa dalam persiapan UTS. Bagaimana tidak, ketika waktunya hari tenang, santai dan menyiapkan diri untuk mengikuti UTS masih diribetkan dengan pembayaran yang belum lunas.
Disisi lain, karut marut pelayanan administrasi di kampus menjadi momok tersendiri bagi Mahasiswa. Lihat saja, banyak Mahasiswa yang dipusingkan bahkan hampir di buat strees sebab kacau balaunya pelayanan dan administrasi kampus kita ini, Dari: kurangnya transparansi pembayaran, pembukuan pembayaran tidak tertata dengan baik dan lain sebagainya. Menurut sebagian Mahasiswa, BAKM perlu ditangani orang-orang yang profesional. Mengingat, banyaknya indikasi kesalahan dan kelalayan pegawai kantor. Berkaitan degan itu pula, perbedaan kebijakan antar angkatan tahun akademik juga sering membingungkan Mahasiswa, seperti halnya, kalau angkatan 2012 tidak mendapatkan rekapitulasi pembayaran sejak masuk kampus. Sedang, untuk angkatan sebelumnya itu di rekapitulasi. Padahal Mahasiswa sekarang juga butuh pada rekapan tersebut.  Untuk angkatan 2012 yang biasanya pembayaran di angsur tiga kali, kini, hanya boleh diangsur dua kali. Kebijakan ini tidak berlaku untuk angkatan 2011. Hal ini, jelas membuat bingung mahasiswa. Sebab, yang lumrah terjadi, Mahasiswa semester bawah selalu bertanya pada Mahasiswa di atasnya. Padahal, ketentuan untuk mahasiswa yang sekarang dan tahun lalu beda ketetapan.
Waktu pelunasan pembayaran yang kurang dari satu minggu ini cukup membuat galau sebagian Mahasiswa, lebih-lebih bagi mereka yang pembayarannya kurang dari 50%. Berbagai upaya mereka lakukan agar kebijakan yang dibuat oleh kampus bisa ditarik kembali. Tapi, sayang usaha mereka nihil, kampus tetap saja tetap pada kebijakan sebelumnya. Namun, ada sedikit dispensasi yang diatur sedemikian rupa oleh pihak kampus. Walaupun demikian, adanya dispen tak membuat kegalauan Mahasiswa lenyap begitu saja. Karena, bagi mereka, surat dispen tak ubahnya dengan surat hutang, ditambah lagi ribetnya proses selesainya dispensasi tambah mebuat mahasiswa kebingungan dan tambah galau.
Berhubungan dengan hal tersebut, mulai bermunculan opini-opini baru disekitaran Mahasiswa, dari yang mengatakan UTS (Ujian Tengah Semester) tidak lagi bisa diikuti dengan serius dan fokus. Disebakan mahasiswanya terkena penyakit galau, ditanggapi dengan opini yangg lain dengan “sebelum uts saja sudah galau, apalagi pas uts? Dan lain sebagainya. Cuma, ada satu opini yang cukup menarik di simak, kami (Mahasiswa) mempunyai hak dan kewajiban kepada kampus, demikian pula sebaliknya. Kalau kami berkewajiban untuk membayar berarti kampus harus memberikan pelayanan yang baik buat Mahasiswa. Walaupun, kalau dipandang dari sudut Thalabul ‘Ilmnya sangat tidak pantas membandingkan uang dengan ilmu yang telah diberikan kampus pada kita. Karena, sebanyak apapun harta yang kita miliki tidak dapat ditukarkan dengan uang. Tapi, karena hal ini dipandang dari sisi formalitasnya. Maka antara Mahasiswa dan Kampus harus saling terbuka agar tidak terjadi Miss Communication. (Red.H(A)m03)

Komentar