waktu kampanya sudah dimulai. spanduk, banner dan
baliho parpol maupun caleg mulai menyiksa pepohonan di pinggir jalan. semua hal
buruk, misalnya: saling hujat, menuduh, membunuh karakter lawan politik, seakan
dianggap benar untuk menyukseskan kepentingan parpol. Seni berbohong pun
dianggap sebagai alat paling ampuh meraih dukungan masyarakat.
Ironisnya lagi, budaya per-dukunan, money politik, melakukan ritual khusus demi
terwujudnya keinginan, sudah merusakak ideologi mereka, para calon. saya tidak
tau persis apakah mereka lupa pada tuhannya atau berlagak lupa, entahlah!!!
so, pantaskah tipe-tipe seperti itu menjadi pemimpin? klo masa kampanya sudah melakukan seperti itu, gimana untuk masa kepemimpinannya? mau dibawa kemana bangsa ini? dg cara apa untuk menyejahtarakan rakyat? jangan-jangan yang sejahtera bukan bangsanya, tapi diri dan keluarganya.
Indonesia masih merindukan euphoria nostalgia akn kepemimpinan masa lalu, Soekarno yg heroik dan progresif revolusioner, atau Soeharto yg taktis dan konstruktif realistis. Hal ini menunjukan kerinduan bangsa ini akan kepemimpinan yg berkarakter. Bukan pemimpin karbitan yg hanya memiliki ambisi jabatan, bukan memiliki kemauan untuk menjadi pemimpin yang mewujudkan manunggaling kawula lan gusti. Menjadi muara antara kepentingan mewujudkan kesejahteraan rakyat dan kepemimpinan yang melambangkan sebagai wakil Tuhan di muka bumi.
satu suara kita akan menjadi penentu pemimpin bangsa ini, semoga Indonesia lebih baik. Aamiin...
Komentar
Posting Komentar